Penghasilan Pajak (PPh) memainkan peran penting sebagai salah satu sumber pendapatan negara yang signifikan. Dana yang diperoleh dari PPh digunakan untuk mendukung berbagai kebutuhan pemerintah, termasuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, layanan kesehatan, dan juga kesejahteraan masyarakat.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan mencakup regulasi terkait PPh. Terdapat berbagai jenis Pajak Penghasilan, yang dibedakan berdasarkan objek dan subjek yang menjadi dasar pengenaan pajak. Beberapa contohnya adalah Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dan PPh Pasal 26.
Pemerintah telah mengesahkan peraturan terbaru terkait PPh 21 dan 26, yakni PMK 168 Tahun 2023, yang menjadi panduan pelaksanaan pemotongan PPh pada jenis-jenis tersebut.
Pencabutan Peraturan Sebelumnya
Pada tanggal 29 Desember 2023, Pemerintah mengesahkan PMK 168 Tahun 2023 mengenai Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan terkait dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Pribadi. Peraturan ini resmi berlaku sejak tanggal 01 Januari 2024.
Dengan diberlakukannya PMK ini, Pemerintah turut mencabut beberapa peraturan sebelumnya, yakni:
- Mencabut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008
- Mencabut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008
- Mencabut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.010/2016
- Mencabut Sebagian Peraturan Menteri Keuangan Nomor 262/PMK.03/2010, meliputi Pasal 5, Pasal 8, Bagian Pertama angka I, dan Bagian Kedua angka I Lampiran.
Tarif Pemotongan dalam PMK 168/2023
Dalam PMK 168 Tahun 2023, Pemerintah menetapkan dua tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21, yaitu:
1. Tarif Efektif (TER) pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21
TER pemotongan yang telah diatur dalam PP No. 58/2023 diterapkan untuk perhitungan PPh pasal 21 pada masa pajak selain Masa Pajak Terakhir, baik secara bulanan maupun harian.
2. Tarif Berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan
Skema tarif progresif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan ini digunakan untuk menghitung PPh pasal 21 setahun pada Masa Pajak Terakhir.
Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh 21
1. PPh Pasal 21 Bagi Pegawai Tetap dan Pensiunan
Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap dan pensiunan adalah sebagai berikut:
- Penghasilan bruto dalam 1 (satu) Masa Pajak.
- Penghasilan kena pajak (PKP).
Pemotongan PPh 21 untuk pegawai tetap dan pensiunan dihitung sebagai berikut:
- Pegawai tetap dan pensiunan terkena pajak setiap Masa Pajak selain Masa Pajak Terakhir. Perhitungan dilakukan dengan mengalikan Tarif Efektif (TER) bulanan dengan Penghasilan bruto dalam satu Masa Pajak.
- Pengenaan pajak di Masa Pajak Terakhir dihitung sebagai selisih antara PPh Pasal 21 yang terutang selama 1 Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak dengan PPh Pasal 21 yang telah dipotong pada Masa Pajak selain Masa Pajak Terakhir (merujuk pada poin pertama).
- Pengenaan pajak di Masa Pajak Terakhir dihitung menggunakan Tarif Pasal 17, yang dikalikan dengan PKP setahun.
Dalam situasi di mana kewajiban pajak subjektif Pegawai Tetap dan Pensiunan dimulai setelah bulan Januari atau berakhir sebelum bulan Desember, penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang dilakukan berdasarkan penghasilan neto yang disetahunkan. Pajaknya dihitung secara proporsional terhadap jumlah bulan dalam bagian Tahun Pajak yang bersangkutan.
2. Bagi Pegawai Tidak Tetap
Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tidak Tetap adalah penghasilan bruto, dengan rincian sebagai berikut:
a. Pegawai tidak tetap yang menerima penghasilannya tidak secara bulanan dan memiliki penghasilan sehari sampai dengan Rp2.500.000, akan dihitung menggunakan Tarif Efektif (TER) harian. Pajak dihitung dengan cara mengalikan Penghasilan bruto sehari dengan TER harian.
b. Pegawai tidak tetap yang menerima penghasilannya tidak secara bulanan dan memiliki penghasilan sehari lebih dari Rp2.500.000, akan dihitung menggunakan Tarif Pasal 17. Pajak dihitung dengan rumus: Peghasilan bruto x 50% x Tarif Pasal 17.
c. Pegawai tidak tetap yang menerima penghasilannya secara bulanan, pajak dihitung menggunakan TER Bulanan. Penghitungan pajak dilakukan dengan mengalikan Penghasilan bruto bulanan dengan TER Bulanan.
3. PPh Pasal 21 bagi Anggota Dewan Komisaris atau Anggota Dewan Pengawas
Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 untuk Anggota Dewan Komisaris/Pengawas adalah penghasilan bruto, dengan detail sebagai berikut:
a. Anggota Dewan Komisaris atau Anggota Dewan Pengawas terkena pajak atas penghasilan tidak teratur, seperti honor dan lainnya. Penghasilan ini diterapkan per masa pajak. Penghitungan pajak dilakukan dengan menggunakan Tarif Efektif (TER) bulanan, yang dikalikan dengan penghasilan bruto.
4. PPh 21 bagi Bukan Pegawai
Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 untuk bukan pegawai adalah 50% dari jumlah penghasilan brutonya. Jenis penghasilan yang termasuk dalam kategori ini meliputi honor, komisi, dan sejenisnya.
Pemotongan pajak dihitung dengan rumus: Penghasilan bruto x 50% x Tarif Pasal 17.
Kategori bukan pegawai telah dijelaskan secara rinci dalam PMK 168/2023 Pasal 3 ayat (2).
5. PPh 21 bagi Peserta Kegiatan
Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 untuk peserta kegiatan adalah penghasilan bruto, yang mencakup uang saku, uang representasi, uang hadiah, dan imbalan sejenisnya.
Pemotongan pajak dihitung dengan cara: Penghasilan bruto x Tarif Pasal 17.
Peserta kegiatan mencakup berbagai individu, seperti peserta perlombaan, peserta rapat, dan lainnya, yang telah dijelaskan dalam PMK 168/2023 Pasal 3 ayat (3).
6. PPh Pasal 21 bagi Peserta Program Pensiun yang Masih Berstatus Pegawai
Jika seorang Pegawai yang masih berstatus pegawai melakukan penarikan dana pensiun, maka pajak dihitung menggunakan tarif Pasal 17. Perhitungannya adalah sebagai berikut: Penghasilan bruto, yang merupakan jumlah dana yang ditarik, dikalikan dengan Tarif Pasal 17.
7. PPh Pasal 21 bagi Mantan Pegawai
Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Mantan Pegawai dihitung menggunakan tarif Pasal 17. Penghitungannya dilakukan dengan cara: Penghasilan bruto x Tarif Pasal 17.
Penghasilan bruto yang menjadi dasar perhitungan mencakup jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus, atau imbalan lainnya.
Zakat Berperan sebagai Pengurang dalam Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21
Zakat atau sumbangan keagamaan yang wajib dibayarkan melalui pemberi kerja dapat diambil sebagai potongan dalam penghasilan bruto yang digunakan untuk menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21. Sumbangan tersebut diberikan kepada badan amil zakat, lembaga amil zakat, dan lembaga keagamaan yang telah dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.
Baca juga:
PMK Terbaru: Perincian Penerapan PKKU dalam Transaksi Afiliasi
Konsultasi Pajak Bersama KKP Ashadi dan Rekan
Konsultan Pajak Cikarang merupakan bagian dari firma Ashadi dan Rekan yang menyediakan pelayanan jasa pajak, akuntansi dan juga jasa konsultansi pada bidang akuntansi, perpajakan, manajemen dan training terpercaya, independen, akuntabel, dan profesional.